Lima Tersangka Kredit Fiktif BRK Diperiksa Penyidik

Ilustrasi

Beritariau.com, Pekanbaru - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau memeriksa lima tersangka dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif Bank Riau-Kepulauan Riau (BRK) Cabang Pembantu Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Muspidauan di Pekanbaru, Kamis menjelaskan kelima tersangka yang diperiksa tersebut adalah Mantan Kepala Cabang Pembantu BRK, Kabupaten Rokan Hulu, AA. 

Selanjutnya turut diperiksa empat tersangka lainnya masing-masing Z, SY, AH dan terakhir MD. 

"Pemeriksaan kelima tersangka ini merupakan yang pertama dilakuan penyidik," kata Muspidauan. 

Dia menjelaskan pemeriksaan telah dilakukan oleh penyidik pada Rabu kemarin (17/10). 

Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam upaya penyidik guna mengumpulkan keterangan sebelum diserahkan ke jaksa peneliti Kejati Riau. 

Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau sebelumnya telah menetapkan lima tersangka dugaan Tipikor BRK Cabang Dalu-Dalu, Rokan Hulu. 

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau, Subekhan awal Oktober 2018 lalu mengatakan kelima tersangka tersebut masing-masing berinisial AA, Z, SY, AH dan terakhir MD. 

"Para tersangka terdiri dari Kepala Cabang hingga staf analisis kredit," katanya. 

Dalam perkara ini kerugian negara diduga mencapai Rp32 miliar, dari total kredit fiktif sebesar Rp43 miliar tersebut. 

Sejauh ini, Kejaksaan Tinggi Riau belum juga menerima uang pengembalian dari kerugian negara yang disebabkan dalam korupsi tersebut. 

Sementara itu, dalam penanganan perkara ini lebih dari 100 saksi, terutama kalangan debitur telah diperiksa penyidik. 

Selain itu, penyidik juga telah mengajukan permohonan perhitungan kerugian negara (PKN).

Dugaan korupsi kredit fiktif itu terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014 silam. Sebanyak 110 debitur disebut-sebut memperoleh bantuan dana dari Bank Riau-Kepri (BRK) sebesar Rp43 miliar. 

Belakangan, dari pemeriksaan saksi terungkap bahwa para debitur itu dicatut namanya, atau hanya dipinjam nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). 

Selain itu, ada juga debitur yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Pimpinan BRK Cabang Dalu-dalu saat itu.

Kenyataanya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum BRK yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.

Kasus itu mulai mencuat ketika kredit yang diberika justru macet. Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit.

Selain itu, agunan kredit juga diketahui fiktif. Hal ini tentunya menambah pelik permasalahan ini. Hingga akhirnya, kredit mengalami kemacetan dan disidik Kejati Riau sejak akhir April 2018. 

Kejati Riau sendiri menargetkan segera merampungkan kasus itu dalam waktu dekat, termasuk mengungkap siapa pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi dengan nilai fantastis tersebut. [ard]